DPM Tetap Pantau Kualitas Air Permukaan dan Air Tanah

Oleh : James P. Pardede

Sudah sejak lama, nama Dairi Prima Mineral (DPM) sebagai pemegang kontrak karya generasi ke-VII mengemuka di Sumatera Utara. Banyak persepsi yang muncul ke permukaan. Ada yang positif dan ada juga yang negatif. Dalam sebuah kesempatan Bangun Simamora (Manager Community Relations & Development), Basuki Indrajat (Chief Geologist) dan Jumadi (Suvervisor Health, Savety & Environment) menyampaikan bahwa DPM belum melakukan kegiatan eksploitasi (penambangan) tetapi masih eksplorasi (penelitian) dan kegiatan konstruksi di luar kawasan hutan lindung.

Menanggapi banyaknya isu negatif yang mengatakan bahwa DPM telah menyebabkan kerusakan lingkungan dan merusak keberadaan hutan lindung, dengan tegas Bangun Simamora menyampaikan bahwa anggapan negatif tersebut tidak benar.

"Kalau masyarakat ingin mendapatkan informasi tentang DPM secara terperinci, bisa langsung melihat dari dekat keberadaan perusahaan. Kita tetap terbuka dalam memberikan informasi," kata Simamora.

Karena, lanjutnya, DPM masih menunggu persetujuan dari pemerintah tentang permohonan ijin pinjam pakai hutan lindung. Dimana, hutan lindung yang dimohonkan ke pemerintah adalah sekitar 38 Ha. Ijin pinjam pakai hutan lindung harus didahului dengan Peraturan Presiden mengenai penambangan bawah tanah di dalam kawasan hutan lindung sebagai payung hukumnya.

Masalah Amdal sebagai salah satu persyaratan penting dalam mendapatkan ijin sudah disetujui sejak 2005 sampai 2007 mulai dari Amdal Tambang, Amdal Jalan dan Amdal Pelabuhan.

Dari hasil penelitian DPM sejak 1998, bijih timah hitam dan seng yang dinyatakan layak untuk ditambang adalah pada lokasi prospek Anjing hitam di Sopokomil, Dairi. Kegiatan eksplorasi saat ini adalah mencari deposist baru seperti di Lae Jehe dan Sinar Pagi. Layak tidaknya sebuah atau lebih mineral ditambang sangat ditentukan oleh konsentrasi bijih dan volume bijih serta kajian ekonomi dan teknis penambangannya. Sampai sejauh ini, sudah dipastikan bahwa diluar timah hitam dan seng tidak ada mineral ikutan kainnya yang akan ditambang.

"Rencana penambangan nantinya adalah penambangan tertutup dengan metode cut dan fill atau penambangan bawah tanah, dengan jumlah prasarana dan sarana yang sangat minim di atas tanah dan tidak meerusak lingkungan. Kemudian, tailing (sisa pengolahan bijih) disimpan di Tailing storage facilities (TSF), dimana tailing cair diolah sebelum dibuang dan tailing padat digunakan sebagai bahan pencampur penutup stove (lubang bekas pertambangan)," paparnya.

Sementara Suvervisor Health, Savety & Environment, Jumadi menyampaikan bahwa sampai hari ini upaya penyelamatan lingkungan dan pemantauan terus dilakukan untuk menghindari terjadinya pencemaran air dan tanah.

"Survey rutin ada tidaknya area yang terganggu di lokasi eksplorasi terus dilakukan secara berkala. Kemudian, reklamasi kembali lokasi kegiatan eksplorasi dan lokasi konstruksi, reklamasi eks tapak bor di dalam hutan bekerjasama dengan Dinas Kehutanan," papar Jumadi.

Yang tak kalah pentingnya adalah, lanjut Jumadi pemantauan kualitas air permukaan, air tanah, hidrometeorologi (curah hujan, kelembaban dan suhu) serta penyediaan laboratorium internal untuk pengukuran kualitas fisik dan bekerjasama dengan laboratorium independen untuk pengukuran parameter khusus.

Merambah Hutan

Pemantauan terus dilakukan secara berkala, kata Jumadi terutama di daerah-daerah sungai yang berdekatan dengan areal tambang yang akan dipinjam pakai dari pemerintah. Pemantauan kualitas air antara lain dilakukan di Lae Sopokomil, Lae Nilam, Lae Sibolanga, Lae Camp, Lae Julu Kiri serta sumber air lainnya.

Kegiatan yang dilakukan DPM sampai hari ini adalah mengkomunikasikan rencana kegiatan, masalah yang dihadapi dan mensosialisasikan rencana kegiatan usaha dan pengembangan masyarakat. Upaya ini sudah dilakukan secara berkesinambungan termasuk dengan Majelis Jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) Wilayah Barat Kabupaten Dairi di gereja GPdI Polling Kecamatan Silima Pungga Pungga Dairi.

"Adanya anggapan bahwa DPM hanya mempekerjakan tenaga ahli dari luar daerah sangat bertolakbelakang dengan kenyataan. Dimana, sebagian besar tenaga kerja yang akan dan saat ini dipakai dalam operasional perusahaan adalah dari lokal," papar Bangun Simamora.

Di tempat terpisah, Anggota DPRD Sumut dari Fraksi Golkar yang juga putra dairi Richard Eddy M Lingga, SE menyampaikan bahwa keberadaan PT DPM di Dairi sangat membantu masyarakat sekitarnya. Dimana, sebagian dari tenaga kerja yang akan digunakan mereka nantinya adalah tenaga kerja lokal.

"Selain menggairahkan roda perekonomian di Dairi, perusahaan ini juga akan memberikan PAD yang besar bagi kemajuan Dairi di kemudian hari," paparnya.

Adanya anggapan-anggapan miring tentang DPM, kata Richard dalam waktu dekat (akhir Juni) Komisi B dan Komisi D DPRD Sumut sudah mengagendakan rencana kunjungan dalam Banmus dan akan turun langsung ke lokasi bersama-sama dengan instansi terkait untuk melihat keberadaan DPM apakah sudah melakukan eksploitasi atau eksplorasi.

Sebenarnya, dari pantauan Analisa di lapangan, sudah banyak juga masyarakat yang merambah hutan register 66. Masyarakat sudah mulai membuka lahan dengan menebang hutan dan membakarnya. Dari camp DPM terlihat kepulan asap pembakaran pembukaan hutan untuk dijadikan areal perladangan rakyat. Ada juga kawasan hutan lindung yang telah ditanami kelapa sawit.

Dikhawatirkan, jika tindakan masyarakat merambah hutan lindung dan hutan register ini dibiarkan akan merusak keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Tidak hanya masalah keanekaragaman hayati, hutan lindung yang dirambah dan digunduli akan menyebabkan banjir di kemudian hari. Karena, air hujan yang turun tidak lagi ditahan oleh akar tanaman tapi langsung meluncur ke lembah dan mengaliri kawasan pemukiman penduduk.

Semua elemen ikut terlibat dalam menyelamatkan hutan dari perambah. Pemerintah sedang giat-giatnya mensosialisasikan penanaman sejuta pohon, namun di sisi lain ada ratusan pohon ditebang setiap hari oleh oknum-oknum tidak bertanggungjawab.
Menyiapkan Masa Depan Anak Sejak Usia Dini

Oleh James P. Pardede

Pendidikan menjadi landasan kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di masa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam menghadapi era global yang sarat dengan persaingan antar bangsa yang berlangsung sangat ketat.

Dengan demikian, pendidikan menjadi syarat mutlak yang harus dipenuhi karena ia merupakan faktor determinan bagi suatu bangsa untuk bisa memenangi kompetisi global.

Berbagai studi menunjukkan, pendidikan bukan saja penting untuk membangun masyarakat terpelajar yang menjelma dalam wujud massa kritis (critical mass), tetapi juga dapat menjadi landasan yang kuat untuk memacu pertumbuhan ekonomi melalui penyediaan tenaga kerja yang memiliki pengetahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keahlian serta keterampilan. Tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang memadai akan memberi kontribusi pada peningkatan produktivitas nasional.

Melihat sedemikian penting peranan pendidikan, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indonesia, termasuk upaya peningkatan angka partisipasi kasar (APK) Pendidikan Anak Usia Dunia (PAUD) dengan melibatkan berbagai pihak pemangku kepentingan dan bekerja sama dengan berbagai pihak.

Menurut Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia periode 2009, negara kita masih berada pada peringkat ke-111 dari 182 negara, karena faktor pendidikan dan kesehatan masih tertinggal. Layanan pendidikan dan kesehatan masih tertinggal jauh.

Pendidikan Anak Usia Dini sebagai strategi pembangunan sumber daya manusia haruslah dipandang sebagai titik sentral dan sangat fundamental serta strategis mengingat bahwa, usia dini merupakan masa keemasan (Golden Age) namun sekaligus periode yang sangat kritis dan menentukan tahap kehidupan anak selanjutnya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa tingkat kapabilitas kecerdasan anak sekitar 50% terjadi sebelum usia 4 tahun, 80% dicapai pada usia 8 tahun, dan 100% pada usia 18 tahun.

Berdasarkan paparan dari Direktur Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Hamid Muhammad, partisipasi PAUD di Indonesia masih rendah. Data dari Departemen Pendidikan Nasional menunjukkan dari 30 juta anak usia 0-6 tahun, hingga akhir 2008, baru 50 persen saja yang sudah terlayani PAUD.

"Pemerintah tetap berupaya agar angka partisipasi itu terus naik. Apalagi, tujuan pembangunan berkelanjutan (Millenium Development Goals) menargetkan angka 75 persen pada 2015 nanti," paparnya.

Hamid mengakui partisipasi pendidikan usia dini memang masih rendah, masalahnya kata dia yaitu kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap PAUD, rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya PAUD dan minimnya anggaran yang tersedia dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Pemerintah daerah, lanjutnya hanya menganggap penting pendidikan wajib belajar 9 tahun (tingkat Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama). Akibatnya keberlangsungan PAUD sangat tergantung pada partisipasi masyarakat.

"Padahal, PAUD adalah pendidikan yang sangat penting untuk membangun dan menumbuhkan potensi anak sejak dini, sebelum duduk di bangku sekolah dasar," kata Hamid.

Direktur PAUD Soedjarwo Singowidjojo mengatakan dalam sebuah kesempatan, bahwa data hingga 2008, jumlah lembaga PAUD tercatat 182.201 lembaga. Dari jumlah tersebut, semuanya merupakan lembaga milik masyarakat. Jadi memang belum ada yang dikelola pemerintah.

Masa yang Sangat Strategis

Berkembangnya layanan pendidikan anak usia dini di masyarakat membutuhkan semakin banyak tutor yang memiliki kompetensi untuk bisa merangsang tumbuh-kembang anak usia 0-6 tahun secara maksimal. Namun, penghargaan atau insentif yang diberikan pemerintah kepada tutor pendidikan anak usia dini ini masih minim dan terbatas.

Dari 188.834 tutor pendidikan anak usia dini (PAUD) nonformal yang ada saat ini, baru sekitar 30.000 tutor yang mendapatkan insentif dari pemerintah pada tahun 2008. Besarnya insentif yang diberikan berjumlah Rp. 100.000, itupun hanya untuk enam bulan. Pada 2009, pemerintah mengajukan insentif untuk 50.000 tutor PAUD. Besarnya Rp 1,2 juta/tutor/tahun.

"Ke depan, pemerintah daerah perlu menyediakan anggaran untuk tutor PAUD guna mendukung insentif yang sudah diberikan pemerintah pusat. Peran tutor ini penting untuk mendukung lembaga PAUD nonformal, terutama untuk melayani anak-anak tidak mampu dan di pedesaan, yang terus meningkat," tegasnya.

Karena, masa anak usia dini adalah masa yang sangat strategis dengan memberikan rangsangan yang tepat. Rangsangan-rangsangan itu termasuk di dalamnya adalah perawatan-perawatan yang sifatnya medis. Kemudian memberikan gizi dan rangsangan-rangsangan kecerdasan, serta tempat bermain yang tepat kepada anak agar anak itu cerdas secara komplit bukan hanya cerdas secara intelektual saja.

Pentingnya PAUD untuk pembentukan karakter anak dan peningkatan sumber daya manusia di masa mendatang, beberapa waktu lalu di Indonesia diabaikan dan baru mendapatkan perhatian setelah ada deklarasi Dakkar pada tahun 2000. Kemudian, Indonesia baru meresponnya pada 2002.

Dari sisi anggaran, perhatian kepada PAUD dilonjakkan mulai 2005. Alokasi anggaran untuk PAUD masih difokuskan pada perluasan akses. Upaya ini mampu mendongkrak angka partisipasi kasar PAUD yang saat ini mencapai 53,9 persen lebih.

Program PAUD merupakan salah satu program prioritas Depdiknas. Upaya untuk meningkatkan akses pendidikan dilakukan terutama untuk perintisan PAUD di daerah terpencil. Intinya, kata Direktur Jenderal Pendidikan Non Formal dan Informal (PNFI) Hamid Muhammad, pertama adalah untuk pemberdayaan masyarakat melalui pelatihan-pelatihan pada pengelola PAUD di desa. Kedua, untuk para pembina di provinsi dan kabupaten. Ketiga, yang paling besar jumlahnya, adalah untuk pendirian lembaga PAUD.

PAUD berperan penting dalam penentuan pola pikir anak pada usia emas 0-6 tahun. Namun, PAUD masih cenderung ditelantarkan baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Hingga kini, baru separuh dari total 29 juta anak usia dini di Indonesia yang telah terlayani oleh PAUD.

Masih Sangat Rendah

Menurut salah seorang Staff Diklat CU Persada Perempuan Dairi, Rouli Manurung, kualitas hidup manusia ditentukan pada sejauh mana kualitas pendidikan di usia dini. Kemampuan kognitif justru berkembang pesat pada usia 0-6 tahun.

Rouli menegaskan, di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat, PAUD masih sangat asing bagi sebagian besar masyarakat.

Sebelumnya, Rouli aktif di Sada Ahmo. Selain peduli pada perbaikan perekonomian keluarga, Sada Ahmo juga menguatkan perempuan agar mampu mendidik anak lebih baik.

"Karena masih kurangnya perhatian pemerintah di dua kabupaten tersebut, Sada Ahmo mendirikan Taman Bina Asuh Anak (TBAA) setara dengan PAUD. Sejak berdiri, TBAA ini telah menghasilkan anak-anak berkualitas dan berhasil. Karena, setiap tahun selalu ada evaluasi terhadap lulusannya," paparnya.

Minat orangtua untuk mengikutsertakan anaknya ke TBAA, lanjut Rouli masih sangat rendah. Tutor atau staff dari Sada Ahmo harus jemput bola untuk mensosialisasikan pentingnya PAUD bagi masa depan anak dan kesiapan anak memasuki usia sekolah.

"Di Dairi dan Pakpak Bharat ada TBAA Tunas Harapan, Singgabu Saarih Lelen M Dates Arkemo dan Sada Ukur. TBAA ini mengajari anak budi pekerti, mengenal huruf dan angka. Yang terpenting adalah membekali mereka mental agar siap memasuki usia sekolah dasar," tandasnya.

Selain mempersiapkan anak untuk memasuki usia sekolah ke jenjang yang labih tinggi, PAUD juga sangat strategis dalam pengembangan kreativitas anak dalam berinteraksi dengan sesamanya, mulai mengenal bahasa Indonesia dan Inggris, mengenal huruf dan angka serta kesiapan mental seiring dengan perkembangannya.

Secara umum, seperti disampaikan Kepala Dinas Pendidikan Sumut Bahrumsyah, PAUD di Sumatera Utara harus dikembangkan. Pasalnya, pada masa itu anak didik membutuhkan motivasi sebagai bekal untuk menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi lagi.

"Dinas Pendidikan Sumut telah melakukan pendataan terhadap Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD 2010. Hasilnya, dari 33 kabupaten/kota, didapati angka sebesar 53,5 persen. Angka ini terbilang tinggi untuk tingkat provinsi, karena kondisi APK PAUD tingkat nasional hanya 53,9 persen," paparnya.

Kondisi APK PAUD tingkat Sumut pada 2009 lalu mencapai 35,6 persen, kata Bahrumsyah dan meningkat hingga 53,5 persen untuk tahun ini. Maka, dengan peningkatan yang cukup signifikan tersebut, diharapkan pada 2011 mendatang meningkat menjadi 60,5 persen. Dan seterusnya pada 2012 meningkat kembali hingga 68,5 persen, serta pada 2013 juga meningkat hingga 75,5 persen.

Karena pentingnya peningkatan kualitas anak menghadapi persaingan era global yang semakin ketat, beberapa waktu lalu seperti dilansir dari berbagai sumber, pada Kebaktian Anak-Kebaktian Remaja (KAKR) Moderamen Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) menggelar pelatihan dengan materi "Pedoman PAUD Terintegrasi Pelayanan Anak, Kreativitas, Usia Emas (Golden Age), Penataan Lingkungan Main (APE), Kebijakan Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Prinsip-prinsip Dasar Penyusunan Kurikulum PAUD, Main Sensorik Motor dan Main Pembangunan, Main Peran dan Main Keaksaraan, Bercerita untuk Balita, Menyanyi dan Mengajarkan Lagu Baru untuk Anak, Mengenal Alat Kelengkapan PAUD dan Merencanakan Pembukaan Kelas PAUD".

Tim PGI Pusat, Pdt. Rosmalia Barus mengatakan kondisi anak-anak di Indonesia saat ini masih sangat memprihatinkan, baik dari segi pendidikan, perlindungan, pemenuhan hak-hak mereka. Jikalau hal ini dibiarkan terus menerus akan berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia Indonesia dimasa mendatang.

Untuk mengatasi hal tersebut maka semua elemen bangsa harus ikut terlibat secara serentak, termasuk gereja yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Peranan tersebut dapat diwujudkan melalui Program Pendidikan Anak Usia Dini yang terintegrasi dengan Pelayanan Anak, yang selanjutnya dikategorikan sebagai salah satu bentuk layanan Satuan PAUD Sejenis (SPS).

Pelayanan anak adalah suatu upaya gereja dalam meletakkan dasar-dasar iman bagi anak-anak, anak-anak usia 0–18 tahun (UU No 23/2002) ke arah perkembangan sikap, moral, mental, pengetahuan yang diperlukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Berbasis Keluarga

Karena belum menjadi prioritas, sampai hari ini masih banyak anak usia dini yang berada di pedesaan serta mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu tidak memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang layak sebelum memasuki jenjang pendidikan dasar 9 tahun.

Seperti yang diprogramkan pemerintah, agar sosialisasi PAUD perlu disebarluaskan aksesnya ke berbagai daerah bahkan sampai ke pelosok desa. Program PAUD berbasis keluarga atau home schooling yang dirintis Depdiknas harus benar-benar dijalankan. Konsep dasar dirintisnya PAUD berbasis keluarga adalah karena banyak orangtua yang belum memperoleh kesempatan untuk mengirimkan anaknya ke PAUD, seperti taman penitipan anak, Taman Kanak-kanak, Play Group dan sejenisnya karena keterbatasan ekonomi.

Diharapkan, dengan program PAUD berbasis keluarga ini akan membina orang tua dan keluarga untuk terlibat langsung mengembangkan fungsi jasmani dan rohani anak berkembang secara baik. Peningkatan akses dan mutu layanan PAUD ke berbagai daerah tanpa mengenal status dan latar belakang akan menentukan keberhasilan program peningkatan partisipasi masyarakat dalam mensukseskan PAUD di Indonesia.

Program PAUD berbasis keluarga ini harus mengemban misi membangun bangsa dengan hati nurani. Dimana setiap masyarakat ikut ambil bagian dalam mensosialisasikan pentingnya PAUD bagi anak usia dini kepada setiap keluarga, terutama dalam mempersiapkan mereka memasuki pendidikan dasar.

Banyaknya anak usia dini belum terlayani dengan baik. Hal ini memang merupakan satu tantangan besar bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia pada umumnya, karena mereka merupakan aset yang bernilai tinggi bagi bangsa. Nasib bangsa ini ditentukan di tangan mereka. Jika generasi sekarang sudah rusak, maka ke depan negara ini akan dipenuhi oleh generasi yang sudah rusak pula.

Oleh karena itu, pelaksanaan PAUD perlu terus ditingkatkan dan diperluas jangkauan serta kualitas pelayanannya dengan tetap menumbuhkan partisipasi masyarakat termasuk lembaga tradisional keagamaan dan organisasi sosial masyarakat. Perluasan PAUD diharapkan dapat menunjang keberhasilan pelaksanaan Pendidikan Dasar karena peranannya dalam mempersiapkan anak untuk memasuki bangku sekolah.

Pentingnya dilaksanakan program PAUD disetiap desa diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan dengan berintergrasi bersama program lainnya seperti pos yandu, PKK, BKB dan program lainnya, sehingga kualitas SDM terutama pada anak usia dini dapat terus meningkat. Untuk itulah, PAUD di tengah-tengah masyarakat sudah sangat diperlukan terutama dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia pada masa mendatang.