HARI ANTI KORUPSI SEDUNIA

Upaya Pencegahan Dimulai dari Diri Sendiri

Oleh : James P. Pardede

KASUS-KASUS korupsi di negeri ini masih banyak yang belum tuntas. Ada kasus korupsi yang sudah dilaporkan dan memiliki bukti-bukti kuat masih dalam pemeriksaan, ada yang masih dalam persidangan dan ada juga yang sudah menjalani hukuman. Sebenarnya, banyak kasus korupsi di negeri ini yang sudah diketahui banyak pihak, tapi penyelesaiannya berlarut-larut.

Dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (9 Desember 2010), ada seruan agar peringatannya tidak hanya sekadar peringatan seremonial saja. Peringatan dengan menempel poster atau spanduk bertuliskan ”Stop ! Korupsi” atau ”Bebaskan Negeri ini dari Tindakan Korupsi.” Setelah itu, korupsi merajalela lagi. Upaya pencegahan paling baik itu sebenarnya dimulai dari diri kita sendiri. Mulai dengan mendisiplinkan diri untuk tidak melakukan korupsi, apakah itu korupsi waktu, korupsi uang dan korupsi lainnya.

Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui resolusi 58/4 pada 31 Oktober 2003 menetapkan tanggal 9 Desember sebagai Hari Anti Korupsi se-dunia. Langkah tersebut dilakukan untuk lebih meningkatkan kewaspadaan atas bahaya korupsi dan untuk meningkatkan peran United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) dalam upaya memerangi dan mencegah korupsi.

Ditengah situasi dan kondisi bangsa kita saat ini, ada satu harapan agar pemerintah benar-benar serius dalam mengawal jalannya pemerintahan agar terhindar dari pelaku-pelaku kejahatan para koruptor. Seluruh masyarakat juga menaruh harapan besar kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terpilih Busyro Muqoddas dalam menuntaskan kasus-kasus korupsi yang selama ini sudah terlanjut diketahui masyarakat banyak.

Setelah terpilih menjadi Ketua KPK, Busyro Muqoddas langsung diperhadapkan dengan tugas berat untuk menuntaskan skandal Century dan kasus mafia pajak yang seharusnya dituntaskan sampai ke akar-akarnya. Jika kasus-kasus yang selama ini sudah diketahui masyarakat tidak juga ditusntaskan, maka kepercayaan dan kredibilitas akademisi kampus di mata publik akan luntur.

Belakangan ini, ada 4 kasus besar yang sudah mengemuka ke public dan ini menjadi PR Busyro begitu terpilih menjadi Ketua KPK. Pertama, kasus Bank Century. Sudah sampai sejauh mana KPK menangani permasalahan di Bank Century ini ? Kasus kedua, mafia pajak Gayus Tambunan. Dalam kasus mafia pajak ini, KPK diminta turun tangan mengungkapkan masalah ini dan jangan hanya fokus pada keluar masuknya Gayus Tambunan dari rutan, tetapi bagaimana kasus mafia pajak ini menggurita dan mengungkap orang-orang yang terlibat di dalamnya.

Kasus ketiga adalah kasus suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S Goeltom. Kasus yang menyeret sejumlah politisi Senayan ini, KPK diminta transparan dan mengungkap semua pelakunya tanpa pandang bulu. Dan keempat adalah masalah salam IPO (penawaran saham perdana) Krakatau Steel. Hal ini harus diusut karena masalah BUMN yang coba dijual ke pihak asing.

Tidak hanya keempat kasus diatas, beberapa kasus lainnya seperti melibatkan Gubernur, Bupati dan Walikota juga harus dituntaskan. Adanya dugaan rekayasa kasus Bibit-Chandra juga harus diusut sampai tuntas untuk penguatan lembaga KPK ke depan.
Tugas berat penuntasan kasus-kasus korupsi juga ada di tangan penegak hukum lainnya. Mulai dari institusi Kepolisian, Kejaksaan dan KPK. Berdasarkan data Bank Dunia, setiap tahunnya tercatat ada sekitar 1 triliun dolar AS digunakan sebagai uang suap dan sebesar 80 miliar dolar AS menjadi kerugian akibat korupsi.

Indonesia sebagai negara hukum telah menempatkan diri pada posisi terdepan dalam pemberantasan korupsi. Pada 9 Desember 2004 pemerintah telah memerintahkan kepada seluruh jajaran kabinet Indonesia Bersatu untuk percepatan pemberantasan korupsi dengan Inpres nomor 5 tahun 2004. Kemudian, pada 2005 dibentuk tim koordinasi pemberantasan tindak pidana korupsi sebagai tindak lanjut instruksi Presiden. Dalam periode pelaksanaan tugasnya dari tahun 2005 sampai 2007 telah berhasil menyelesaikan 280 kasus/perkara dengan nilai keuangan atau aset negara yang diselamatkan/diamankan sejumlah Rp3,95 triliun.

Mudah-mudahan, upaya percepatan pemberantasan korupsi ini juga berlanjut pada Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Dimana, dari sekian banyaknya kasus-kasus korupsi di beberapa institusi yang melibatkan oknum-oknum pelaku pemerintahan harus benar-benar dituntaskan.

Jika kita melihat sejenak ke belakang, sewaktu pemilihan gubernur, bupati dan walikota masih dilakukan oleh pemerintah bersama-sama dengan DPRD di daerah, kasus korupsi tetap ada dan merajalela. Hanya saja, sejak bergulirnya era reformasi dan pemilihan gubernur, bupati dan walikota dipilih langsung oleh rakyat ada nilai positif dan negatif yang jadi bawaannya. Positifnya adalah masyarakat bisa memilih orang-orang yang dianggap mampu. Negatifnya adalah ada banyak ‘uang’ yang beredar mulai dari pencalonan, kampanye sampai kepada pemilihan. Money politic tak bisa lekang dari demokrasi ini.

Ketika seseorang memutuskan diri untuk mencalonkan diri menjadi gubernur, bupati atau walikota, berarti harus siap dengan dana ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Ketika terpilih, hal pertama yang terpikir adalah bagaimana caranya uang yang telah digunakan selama proses pemilihan bisa kembali. Sudah menjadi tradisi, kalau di tahun-tahun pertama terpilih akan memunculkan banyak gebrakan dan pembangunan. Di tahun kedua mulai ambil sedikit-sedikit, di tahun ketiga mulai rakus, tahun keempat rakusnya agak berkurang, dan diakhir masa jabatan akan kembali membuat gebrakan untuk mengambil hati rakyat agar kelak terpilih kembali pada putaran berikutnya.

Adanya hembusan isu tentang pemilihan gubernur akan dilakukan oleh pemerintah mendapat reaksi positif dan negatif dari berbagai kalangan. Belum lagi hembusan angin tak sedap yang menciptakan perseteruan antara Presiden SBY dengan gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X. Tak ada yang harus diperdebatkan dengan keistimewaan Yogyakarta.

Pentingnya Kesadaran

Harapan kita ke depan adalah pemerintah benar-benar dalam menegakkan hokum dan tidak pandang bulu. Tidak hanya pada peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia saja kita menyerukan perang terhadap perilaku korup. Perang terhadap perilaku korup justru harus dimulai dari diri sendiri. Dengan mulai mendisiplinkan diri sendiri dan menerapkan perilaku hidup apa adanya.

Selain dengan upaya penyadaran dan introspeksi diri, pemberantasan korupsi juga dilakukan dengan tiga cara yaitu edukatif, preventif dan represif. Banyak pihak yang menyerukan agar peringatan hari anti korupsi se-dunia dijadikan momentum untuk meningkatkan semangat aparatur negara, aparatur pemerintah dan masyarakat dalam mewujudkan sikap anti korupsi.

Nikmatilah hidup dengan apa adanya, karena hal terpenting yang perlu dilakukan dalam membentengi diri agar tidak korupsi adalah menjadi sadar dan selalu mengucap syukur dalam segala kondisi. Karena, inti kepemimpinan itu adalah kesadaran. Inti spiritualitas juga adalah kesadaran. Banyak orang yang menjalani hidup ini dalam keadaan tertidur. Mereka lahir, tumbuh, menikah, mencari nafkah, membesarkan anak, dan akhirnya meninggal dalam keadaan tertidur. Artinya, banyak orang yang hidup dimuka bumi ini seperti terhipnotis.

Kita pasti tahu kalau korupsi itu merugikan negara dan orang lain, tapi kita tak pernah menyadarinya. Pengertian menyadari amat berbeda dengan mengetahui. Siapa yang tidak tahu kalau berolah raga penting untuk kesehatan, olah raga selalu dianjurkan dokter ketika kita berobat, tapi kita tidak juga melakukannya.

Kita tahu pasti kalau memperjualbelikan jabatan itu salah, tapi banyak orang yang dengan ’happy’ menikmatinya. Yang anehnya lagi, kita semua tahu kalau berselingkuh dapat menghancurkan keutuhan keluarga, tapi banyak orang yang tidak dapat menahan godaan. Itulah contoh mengetahui tapi tidak menyadari.

Pentingnya menyadari hal-hal yang akan kita lakukan apakah merugikan orang lain atau tidak menjadi senjata ampuh dalam melawan perilaku korupsi. Kita juga harus sadar sebelum disadarkan oleh orang lain. Karena, ada dua hal yang dapat membuat orang menjadi sadar. Pertama, peristiwa-peristiwa pahit dan musibah. Kita baru sadar pentingnya kesehatan kalau sudah jatuh sakit. Seorang wanita karier baru menyadari bahwa keluarga jauh lebih penting setelah anaknya terkena narkoba.

Kemudian, yang kedua adalah kematian. Kematian menjadi satu stimulus terbesar yang mampu menyentakkan kita. Banyak tokoh terkenal meninggal begitu saja ketika dinyatakan bersalah melakukan tindakan korupsi. Banyak orang yang tidak siap ketika kejahatannya terungkap, tetapi saat melakukan kejahatan tersebut ia tidak menyadari kalau suatu saat kejahatannya akan terungkap. Kematian menyadarkan kita pada betapa singkatnya hidup ini, betapa seringnya kita meributkan hal-hal sepele, dan betapa bodohnya kita menimbun kekayaan yang tidak sempat kita nikmati.

Lantas, apakah kita perlu mengalami sendiri peristiwa-peristiwa yang pahit itu agar kita sadar? Jawabnya: ya! Tapi kalau sampai hari ini kita merasa cara tersebut terlalu mahal, ada cara kedua yang jauh lebih mudah, yaitu belajarlah mendengarkan.
Dengan mendengar begitu banyak cerita tentang korupsi yang berujung dibalik terali besi, kita harus belajar banyak dari peristiwa ini. Buka mata dan hati dengan sungguh-sungguh untuk mengerti, mendengarkan dan mempertanyakan semua pikiran dan paradigma kita selama ini apakah sudah benar atau tidak.

Penuntasan kasus korupsi di negeri ini harus dimulai dari penyadaran diri sendiri. Dan mulailah dari diri sendiri untuk tidak melakukan korupsi. Karena, korupsi membuat banyak orang rugi termasuk negeri yang kita cintai ini.
* Penulis adalah pemerhati masalah sosial tinggal di Medan.