Oleh : James P. Pardede
Dari hasil kunjungan penulis ke beberapa daerah
kabupaten/kota di Sumatera Utara, ternyata dari perbincangan singkat dengan beberapa
warga masyarakat masih banyak yang belum tahu kapan jadwal pelaksanaan
Pemilihan Umum 2014. Mereka hanya tahu ada spanduk calon legislatif yang bergantungan
di pohon dan dipasang di pinggir jalan lintas Sumatera. Masyarakat juga masih
banyak yang bingung pada pelaksanaan Pemilu nanti apakah mencoblos atau
mencontreng. Karena dari beberapa spanduk caleg yang dipasang di becak, di
pohon dan di pinggir jalan masih ada yang membuat sosialisasi CONTRENG dan ada juga yang membuat COBLOS. Mana yang benar ?
Sosialisasi tentang Pemilu 2014 seperti terlupakan hanya
karena Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Sumut masih disibukkan dengan permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Sumatera
Utara. KPU dan Bawaslu bukan petugas sensus yang selalu mempersoalkan DPT. Secanggih
apa pun perhitungan DPT dan validitas datanya kalau partisipasi masyarkat untuk
memilih justru sangat minim sama saja seperti membuang air garam ke laut.
Seiring waktu berjalan, KPU dan Bawaslu seharusnya bisa
membentuk tim dalam mengawal DPT agar valid, sementara anggota lainnya bisa
melakukan tugas sosialisasi ke masyarakat. Dengan jeda waktu yang sangat
singkat, KPU dan Bawaslu harus lebih intens dalam melakukan sosialisasi ke
masyarakat serta dibantu oleh instansi terkait. Calon Legislatif (Caleg) yang
ikut berkompetisi dalam Pemilu 2014 nanti juga memiliki peran strategis dalam
mengajak masyarakat agar berpartisipasi dalam menyalurkan suaranya.
Masalah perbaikan DPT Pemilu 2014, beberapa hari lalu KPU Sumut
telah mengurangi sekitar 48 ribu calon pemilih. Penetapan DPT ini dihadiri
perwakilan partai politik (parpol) peserta pemilu dan calon anggota DPD asal
Sumut. Ketua KPU Sumut Mulia Banurea mengatakan, pengurangan daftar pemilih itu
dilakukan setelah mempertimbangkan berbagai masukan dari Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu) yang masih menemukan pemilih ganda dalam daftar pemilih sebelumnya.
Mulia Banurea menekankan kalau pun daftar pemilih masih bermasalah
terutama yang terkait dengan NIK (Nomor Induk Kependudukan) dan KK (Kartu Keluarga)
bukan lagi kewenangan KPU tapi menjadi domain Kementerian Dalam Negeri.
Menyikapi komentar Ketua KPU Sumut ini, KPU dan Bawaslu juga harus bersinergi
dengan Pemerintah Kota dan Kabupaten dalam mempercepat serta memberi kemudahan
kepada masyarkat dalam mengurus e-KTP dan Kartu Keluarga. Persoalan ini akan
mempengaruhi tahapan Pemilu 2014. Antisipasi terhadap beberapa kemungkinan
harus dilakukan sejak sekarang, misalnya ketika masyarakat protes tidak
mendapat undangan untuk memilih tapi punya KTP, atau sebaliknya masyarakat
memiliki KTP tapi tidak mendapat undangan untuk memilih.
Persoalannya memang sangat sederhana, akan tetapi seperti
itulah tipikal dari masyarakat kita. Kalau tak diundang mereka tidak akan
datang dan ketika diundang tapi tidak punya kelengkapan identitas (KTP atau KK)
akan merasa enggan untuk datang. Hal-hal seperti ini yang harus diantisipasi
jelang Pemilu 2014 mendatang.
Tidak tertutup kemungkinan masih ada warga yang memiliki hak
pilih belum masuk DPT. Perwakilan Parpol yang ikut dalam penetepan DPT kemarin
juga telah berpesan agar ke depan tidak ada sengketa terkait DPT. Jika ada yang
belum masuk, seperti disampaikan Ketua KPU Sumut, maka sesuai Pasal 30 UU No 8
Tahun 2000 akan dimasukkan ke dalam DPT Tambahan atau DPT Khusus setelah
menunjukkan kartu identitas.
Sebelumnya, berdasarkan temuan Bawaslu Sumut ada lebih satu
juta jiwa yang ada dalam DPT bermasalah dan data itu diperoleh berdasarkan
laporan Panwaslu di 33 kabupaten/kota di Sumatera Utara. Ada beberapa hal yang
menjadi faktor penyebab kesalahan, mulai dari masalah administrasi, seperti
penulisan data yang tidak memiliki Nomor Kartu Keluarga (NKK), Nomor Induk
Kependudukan (NIK) yang dikosongkan, serta Nomor Induk Kependudukan (NIK)
ganda.
Permasalahan DPT yang sampai tingkat pusat juga menuai
persoalan harus menjadi pelajaran bagi kita setiap kali ada Pemilihan Umum dan
Pemilihan Kepala Daerah. Karena dinamika penduduk di negeri ini sangat cepat
mengalami perubahan. Setiap hari pasti ada natalitas (kelahiran) dan mortalitas
(kematian). Berarti penduduk yang berhak untuk memilih pun pasti akan mengalami
perubahan, berkurang atau bertambah tergantung dari validitas data entri yang
dilakukan instansi terkait.
Zona Penempatan Alat
Peraga
Terkait dengan DPT yang selalu bermasalah bukan menjadi
kesalahan satu pihak atau instansi saja. Semua elemen ikut bertanggung jawab
dalam menghasilkan data yang valid. Masyarakat yang pindah domisili atau tempat
tinggal tanpa melapor ke kelurahan atau kecamatan, kemudian langsung mengurus
KTP atau KK di tempat yang baru sudah pasti akan memiliki KTP ganda. Kemudian,
warga masyarakat yang seharusnya sudah memiliki identitas (KTP) tapi ‘enggan’
untuk mengurusnya karena ada anggapan untuk mengurus KTP itu seperti kata
orang-orang, kalau bisa dipersulit kenapa
harus dipermudah.
Sesuai dengan kalender tahapan Pemilu 2014 yang tinggal
beberapa bulan lagi, KPU dan Bawaslu perlu lebih intensif dalam melakukan
sosialisasi ke masyarakat terkait dengan proses perjalanan tahapan Pemilu 2014.
Mulai dari sosialisasi kertas suara DPD, DPR dan DPRD, proses pencoblosan,
bagaimana kalau menemukan kecurangan serta hal-hal lainnya yang berkaitan
dengan tahapan Pemilu dan proses hasil Pemilu 2014 mendatang.
Untuk mengurusi persoalan DPT yang masih bermasalah, KPU
Sumut dan Bawaslu tak ada salahnya untuk membentuk tim khusus menangani
permasalan ini. Dan komisioner lainnya bisa melakukan tugas lain, seperti
sosialisasi dan agenda penting lainnya yang masuk dalam tahapan Pemilu 2014.
Jangankan masyarakat, Caleg yang ikut serta meramaikan ajang
demokrasi 9 April 2014 nanti masih banyak yang bingung dengan tata cara
sosialisasi, kampanye dan penempatan alat-alat peraga sebagai sarana untuk
memperkenalkan keberadaannya. Ada Caleg yang terang-terangan melakukan start
sejak awal dimasukkan dalam DCS dan ditetapkan di DCT dengan menempelkan
balihonya di pohon-pohon, memasang alat peraga di tenda becak, angkutan umum,
mobil pribadi dan cara-cara lainnya yang belum tentu sesuai dengan aturan yang
ada.
Bawaslu dalam hal ini harus tegas dalam menegur atau
memberikan sanksi terhadap Caleg atau Partai yang melakukan pelanggaran.
Kemudian, zona-zona penempatan alat peraga seperti baliho, spanduk, banner dan
bentuk lainnya harus jelas aturan mainnya. Kalau melanggar, berarti telah
menyalahi aturan dan siap untuk menerima sanksinya. Jangan karena Caleg-nya
memiliki pengaruh lain atau jabatan lain di organisasi lantas seenaknya saja
menempelkan balihonya di pohon atau di tiang listrik.
Masyarakat kita saat ini sudah sangat ‘cerdas’ dalam memilih
siapa calon yang layak untuk menjadi wakil mereka. Walaupun kenyataan di
lapangan masih banyak juga masyarakat kita memegang prinsip “wani piro” jika ingin memilih
seseorang. Prinsip seperti ini yang akhirnya merusak tatanan demokrasi kita.
Ketika Caleg-nya terpilih, sudah pasti akan berupaya untuk mengembalikan
modalnya dan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Ketika Caleg yang dipilih
karena uang tadi sudah duduk, pasti mereka akan jarang turun ke daerah
pemilihannya. Kenapa ? Jawaban para legislator itu singkat saja “mereka sudah
kami bayar lunas di depan”. Ironis sekali.
Menyikapi hal ini, masyarakat jangan lagi mau tertipu dengan
tebar pesona atau tebar uang dimana-mana. Kita menginginkan perubahan yang
sangat berarti di tahun-tahun mendatang. Sesuai dengan cita-cita para pejuang
dan pahlawan yang telah gugur di medan perang, salah satu tugas kita dalam
mengisi kemerdekaan adalah mengawal demokrasi (Pemilu 2014) agar berjalan
dengan jujur, adil dan bertanggungjawab. Siapa pun yang akhirnya terpilih
menjadi wakil rakyat, siapa pun nantinya yang terpilih menjadi Presiden dan
Wakil Presiden kita harus mendukungnya dengan sepenuh hati.
·
Penulis adalah pemerhati masalah sosial
No comments:
Post a Comment