JALAN TOL : Bangkitkan Partisipasi Masyarakat dalam Setiap Pembangunan
Oleh James P. Pardede

Serangkaian dengan kunjungan kerja Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) ke Kuala Lumpur Malaysia beberapa waktu lalu, Analisa berkesempatan ikut rombongan DPD dan menikmati jalan-jalan di Kuala Lumpur Malaysia yang bersih dan nyaman.

Terutama saat rombongan DPD RI memenuhi undangan pemerintah Malaysia untuk bertemu dengan unsur pemerintahannya di kawasan perkantoran Putra Jaya Malaysia. Jika membandingkan perkembangan jalan-jalan tol di Malaysia dengan di Indonesia, boleh dikata kita tertinggal jauh. Berbicara tentang pembangunan jalan tol, Malaysia patut menjadi contoh bagi Indonesia. Meskipun 27 tahun lalu Malaysia belajar dari Indonesia, tapi fakta membuktikan saat ini pengelolaan tol negeri jiran itu jauh lebih maju.

Tak hanya dalam hal pembangunan jalan tol, beberapa sektor lainnya seperti bidang kesehatan. Indonesia yang dulunya menjadi tempat mereka berguru dan mahasiswa mereka belajar di Indonesia, sekarang justru terbalik. Kita malah jadi berguru dari murid sendiri, masyarakat kita justru berbondong-bondong berobat ke Malaysia.

Berdasar pada kajian dan kunjungan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) beberapa waktu lalu ke negara tetangga tersebut, ada beberapa hal yang bisa ditiru dari Malaysia, salah satu diantaranya adalah soal pembebasan tanah, yang selama ini menjadi hantu bagi investor tol di Indonesia.

Pembangunan jalan tol di satu kawasan bisa terhenti akibat Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) melonjak dua kali lipat dari rencana bisnis yang ditetapkan pada awal tender. Kasus-kasus seperti ini menunjukkan pemerintah tidak siap dalam melaksanakan pembangunan jalan tol. NJOP sebenarnya menjadi satu-satunya instrumen yang dapat dikendalikan, akan tetapi kenyataannya tidak demikian.

Seperti disampaikan Anggota DPD RI Asal Sumatera Utara Parlindungan Purba yang ikut dalam rombongan DPD ke Malaysia beberapa waktu lalu mengatakan, investasi pemerintah dalam pembangunan infrastruktur seperti jalan tol harus benar-benar matang dan mengikuti berbagai kajian.

“Pada umumnya, pembebasan lahan yang sangat sulit menjadi kendala pembangunan jalan tol di Indonesia. Disamping itu, perbankan nasional belum mempunyai skim kredit yang khusus di bidang infrastruktur seperti jalan tol, listrik dan yang lainnya,” paparnya. Dalam kaitan ini, lanjutnya, pemerintah harus memberi insentif bagi swasta apakah dalam bidang perizinan, dukungan perbankan agar cepat mengejar ketertinggalan,” tandasnya.

Lebih Panjang

Memang, pembebasan tanah untuk pembangunan jalan tol di Malaysia relatif tidak menimbulkan masalah berarti. Persoalannya Indonesia dan Malaysia memiliki perbedaan prinsip dalam mengadopsi pembebasan tanah. Tipikal masyarakat Indonesia juga tidak sama dengan negara tetangga.

Malaysia menganut sistem ‘memaksa’ dalam pengadaan tanah bagi fasilitas umum atau dikenal dengan pola “compulsory acquisition”, serta dilaksanakan melalui satu instansi saja dibawah kendali pemerintah. Bagi masyarakat yang tidak puas dapat mengajukan gugatan ganti rugi lebih tinggi, akan tetapi pembangunan tetap berlangsung.

Berbeda jauh dengan Indonesia. Sepanjang gugatan tanah belum selesai maka peralatan kerja tidak diperkenankan memasuki lokasi. Disamping itu pembebasan tanah juga melibatkan berbagai institusi di daerah maupun pusat yang membuat pelaksanaannya menjadi lebih panjang.

Memang sesuai Perpres No. 65 tahun 2005 revisi dari Pepres 36 tahun 2005 pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut hak atas tanah yang akan dilalui jalan tol. Akan tetapi prosesnya cukup panjang mulai dari rekomendasi pemerintah daerah di tingkat bawah (Bupati/ Walikota), Gubernur, Menteri PU, sebelum akhirnya dicabut oleh Presiden.

Sementara di Malaysia, pemerintah memiliki kekuatan memerintah masyarakatnya untuk pindah, di Indonesia sengketa tanah untuk jalan tol sering dibawa ke ranah politik. Akibatnya pemerintah tidak sepenuhnya berhasil melaksanakan pembebasan tanah.

Seperti dilansir dari Kompas (20/8) disebutkan bahwa hingga akhir tahun ini, baru akan dibangun 641 kilometer jalan tol dari rencana 1.600 kilometer. Tol Trans-Jawa juga gagal diwujudkan tahun 2009/2010 sebab lahan belum bebas sehingga konstruksi belum berdiri.

Salah satu upaya untuk mewujudkan konsep investasi pembangunan jalan tol sebagai dukungan terhadap rencna pemerintah untuk mengembangkan jaringan jalan tol dalam keterbatasan APBN adalah dengan menaikkan tarif tol. Upaya ini menjadi agenda terdekat yang dilakukan PT Jasa Marga (Persero) Tbk dalam mengatasi makin besarnya biaya operasional di lapangan.

Menurut Undang-Undang Jalan Nomor 38 Tahun 2004 disebutkan bahwa “...penyesuaian tarif tol tiap dua tahun...didasarkan tarif lama, yang disesuaikan dengan kenaikan tingkat inflasi...”

Dalam sebuah kesempatan Sekretaris Perusahaan PT Jasa Marga Okke Merlina menyampaikan bahwa kenaikan tarif tol berlaku di 13 ruas jalan tol di Indonesia, kecuali tol Sedyatmo dan tol Jakarta - Cikampek. Karena, tarif dua jalan tol ini sudah lebih dulu melakukan penyesuaian tarif.

Melihat perkembangan pembangunan jalan tol di beberapa daerah, mungkin ada anggapan dari sebagian besar masyarakat bahwa investasi di jalan bebas hambatan tersebut sangat menguntungkan dan membangun jalan tol di Indonesia adalah investasi yang empuk.

Anggapan ini belum tentu benar sebab risiko yang dihadapi juga ternyata sangat banyak. Risiko yang harus dihadapi antara lain risiko akibat volume lalulintas kendaraan yang jauh dari prediksi awal, biaya pembebasan tanah yang harganya selangit, suku bunga, inflasi, biaya konstruksi, biaya perawatan dan biaya-biaya lainnya.

Harus Berjalan

Salah satu contoh adalah pengelolaan jalan tol Belawan - Medan - Tanjung Morawa (Belmera) sepanjang 34 kilometer sampai hari ini belum menguntungkan sejak dioperasikan pada
tahun 1986.

Menurut Kepala Cabang Belmera, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, Ricky Distawardhana melalui Kabag Operasionalnya Ir. Teddy Rosady bahwa beban biaya operasional masih lebih besar dibandingkan dengan pendapatan. Salah satu penyebabnya adalah peningkatan pengguna jalan tol sangat kecil. Semester pertama tahun ini hanya 0,5 persen. Lima tahun terakhir peningkatannya dari 2 sampai 5 persen. Peningkatan ini sangat erat kaitannya dengan arus manusia dan barang.

Walaupun operasional beberapa ruas jalan tol di Indonesia belum memetik keuntungan yang sepadan, rencana pemerintah untuk terus meningkatkan pembangunan infrastruktur tetap harus berjalan. Sebab, mobilitas perekonomian Indonesia sangatlah tergantung pada keandalan dan tingkat layanan dari jaringan jalan. Berbagai barang diangkut melalui transportasi jalan darat. Sebuah survey dari tempat asal dan tujuan yang dilakukan oleh Departemen Perhubungan memperlihatkan bahwa sebesar 80 sampai 90 persen jalan berada di pulau Jawa dan Sumatera.

Pengadaan dan pembangunan infrastruktur jalan raya, termasuk jalan tol, merupakan tanggung jawab pemerintah. Namun mengingat keterbatasan dana, pemerintah membuka peluang investasi kepada swasta dengan memberikan konsesi pengelolaan secara komersial untuk jangka waktu tertentu.

Partisipasi Masyarakat

Sampai sejauh ini, pembangunan jalan tol di Indonesia berjalan lambat. Selama tiga puluh tahun sejak pembangunan dan pengoperasian jalan tol pertama, total panjang jalan tol yang sudah ada hanya mencapai sekitar 600-an kilometer lebih. Jumlah ini relatif rendah dibandingkan luas daratan Indonesia.

Sedangkan, Malaysia yang baru memulai pembangunan jalan tol sepuluh tahun dibelakang Indonesia kini memiliki lebih dari 6.000 km jalan tol. Bahkan China hanya dalam kurun dua puluh tahun sudah mampu membangun jalan tol lebih dari 90.000 km. Faktanya, infrastrukur jalan mampu memberikan stimulasi pesatnya pertumbuhan ekonomi sebuah negara.
Di sisi lain, kita juga harus menyadari bahwa pemerintah tidak memiliki dana yang memadai untuk membangun infrastruktur jalan, sehingga salah satu solusinya membuka peluang pada swasta untuk membangun jalan tol.

Rencana pemerintah membangun jalan tol Medan-Tebing Tinggi dan Medan-Binjai juga masih mengalami beberapa kendala termasuk masalah pembebasan lahan. Rencana pembangunan jalan tol Medan-Tebing Tinggi berjarak sekitar 70-an kilometer sangat mendesak direalisasikan. Apalagi saat ini pembangunan Bandara Kuala Namu sudah berjalan.
Diperkirakan, setelah bandara ini selesai dibangun dan beroperasi, roda perekonomian di sekitarnya akan bergerak dengan cepat. Pengembangan kawasan ini akan terjadi seiring dengan pembangunan infrastruktur pendukungnya termasuk jalan tol, sebagai jalan alternatif lebih lancar, cepat dan ekonomis.

Terlaksananya rencana pemerintah ini ke depan tidak terlepas dari peran serta masyarakat dan dukungan dari semua pihak yang terlibat. Dimana, apabila ada masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan jalan tol janganlah mematok harga yang tidak wajar (sampai dua kali lipat dari NJOP). Sebab, jalan tol tersebut dibangun bukan untuk kepentingan satu golongan, satu perusahaan atau seseorang, tapi untuk kepentingan seluruh elemen masyarakat dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Itu sebabnya, semua elemen saat ini harus mempunyai rasa memiliki. Untuk mensosialisasikan rasa memiliki tadi, pemerintah perlu membangkitkan partisipasi masyarakat dalam setiap gerak pembangunan, salah satunya pembangunan jalan tol, sebagai jalan alternatif yang lebih lancar, cepat dan ekonomis.

1 comment:

Unknown said...

pendidikan seks untuk orang dewasa pun sangat perlu. terkadang banyak orang yang masih keliru mengenai seks. kalo ada seminar2 tentang seks pasti peserta banyak dan bejibun. kadang sudah sold out. pernah ada serial tv di inggris yang menayangkan pendidikan seks secara komprehensif dibahas dari berbagai segi ilmu kedokteran. info secuilnya ada di:
http://duniamaya98.blogspot.com/2008/10/
pendidikan-seks-khusus-untuk-kalangan.html