UMKM-Analisa edisi Minggu, 12 Oktober 2008
Upaya Pengembangan UMKM
Tak Cukup Hanya Kondusif
Oleh : James P. Pardede
Jika memperhatikan kondisi bangsa seperti sekarang ini, dimana di awal tahun 2008 kemarin, ada prediksi dari beberapa pakar yang mengatakan bahwa tahun 2008 nanti prospek investasi masih mengarah ke sektor industri, niaga, properti dan pariwisata. Investasi di dalam negeri menjadi kunci utama proses pemulihan ekonomi, akan tetapi investasi masih terus menghadapi berbagai persoalan. Dari persoalan regulasi sampai soal keamanan sosial politik.
Melalui Inpres No. 6 Tahun 2007, tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM, terhadap pertumbuhan UKM bisa membantu kondisi perekonomian nasional. Untuk itu semua pihak harus turut membina UMKM, bukan sebaliknya malah menghambatnya.
Mengamati kembali perkembangan perekonomian tahun ini, kita bisa sedikit berbangga karena di tahun ini ada banyak juga perubahan yang terjadi di Indonesia. Walaupun pada akhirnya kita masih dihadapkan pada masalah kemiskinan dan pengangguran.
Kita mengakui kalau di tahun ini ada penurunan investasi akibat dari berbagai persoalan seperti tidak tersedianya pasokan energi untuk kelangsungan sebuah usaha. Padahal, ketika kita mengundang investor untuk menanamkan investasinya di beberapa daerah, kita tidak sadar kalau negara kita sebenarnya tidak siap untuk menyediakan lahan investasi bagi mereka.
Beberapa daerah pun menjadi raja di daerahnya sendiri. Terutama sejak bergulirnya Otonomi Daerah 1999, kabupaten/kota sudah mempunyai kekuatan untuk mencari investor. Telah banyak contoh kisah sukses investasi di beberapa kabupaten dan kota.
Untuk menjaring para investor, banyak evaluasi yang harus dilakukan para pelaksana kekuasaan di daerah. Mereka harus lebih memahami kondisi yang diinginkan kalangan dunia usaha. Daerah juga harus segera menghilangkan watak untuk menggenjot pendapatan asli daerah dari pajak. Dimana hal ini dalam jangka pendek memang memberi keuntungan bagi pemerintah daerah. Namun seterusnya akan membawa dampak bagi stagnannya perekonomian daerah.
Kepastian Hukum
Dalam upaya mengundang investor ke beberapa daerah, seharusnya daerah harus siap dalam beberapa faktor. Antara lain faktor kelembagaan, terutama dalam masalah kepastian hukum, apratur dan pelayanan pemerintah daerah. Termasuk juga potensi ekonomi dan struktur ekonomi di tiap-tiap daerah.
Faktor lainnya adalah faktor sosial politik, keamanan dan budaya daerah setempat, faktor tenaga kerja dan produktivitas terutama dalam masalah ketersediaan tenaga kerja, biaya tenaga kerja dan produktivitas serta kualitas tenaga kerja di setiap daerah.
Pada faktor infrastruktur, hal-hal yang perlu diperhitungkan adalah masalah ketersediaan infrastruktur fisik dan kualitas infrastruktur fisik yang ada di masing-masing daerah.
Selama lima tahun berjalannya otonomi daerah di negeri ini, upaya penciptaan iklim usaha yang kondusif di sebagian daerah masih menemui sejumlah kendala. Salah satu kendala yang sering muncul adalah kehadiran sejumlah peraturan daerah (perda) bermasalah dan distorsi bagi kegiatan dunia usaha serta investasi. Permasalahan tersebut muncul baik dari sisi regulasi perizinan yang berbelit-belit maupun berupa aneka pungutan pajak dan retribusi yang tak wajar. Akibatnya, biaya berbisnis melonjak tajam.
Sejak pemberlakuan otonomi daerah, diakui atau tidak ternyata banyak menimbulkan dampak negatif. Meski pada saat yang bersamaan juga harus diakui tidak sedikit daerah yang mampu menjadikan otonomi daerah sebagai instrumen bagi peningkatan investasi didaerahnya. Di sisi lain, banyak investor asing mengeluhkan sulitnya sistem birokrasi perizinan yang harus dihadapi.
Menilik soal perizinan investasi, keberadaan perda yang tidak mendukung investasi memang menjadi persoalan klasik yang dikeluhkan beberapa tahun terakhir ini. Tak jarang keluhan juga banyak disampaikan kalangan swasta yang menggerutu karena diwajibkan membayar berbagai pungutan dan retribusi yang tidak masuk akal secara bisnis. Padahal, untuk berinvestasi di daerah terpencil, modal yang dibutuhkan jauh lebih tinggi daripada daerah maju.
Perhatian
Beberapa pengamat memprediksikan bahwa tahun ini tetap akan ada pemulihan daya beli dari masyarakat. Tak hanya itu, beberapa perbankan juga akan gencar dalam menyalurkan kreditnya terutaka terhadap pelaku UMKM.
Permasalahan kemiskinan dan pengangguran yang setiap tahunnya selalu menjadi perbincangan hangat juga perlu menjadi prioritas dalam memperbaiki iklim investasi yang kondusif di Sumut.
Sektor UMKM, yang dalam sejarahnya sangat tahan terhadap badai krisis juga perlu mendapat perhatian pemerintah. Krisis ekonomi global yang terjadi di Amerika Serikat belum begitu berpengaruh terhadap sektor usaha kecil ini.
Upaya untuk pengembangan sektor UMKM ini tak cukup hanya menciptakan suasan kondusif, mereka juga sangat membutuhkan dana dan pendampingan untuk pengembangan usahanya.
Pola pendekatan pemberdayaan UMKM ada 4, yaitu : Pola Pendekatan dalam pemberdayaan UMKM, Pola Klaster, pola Kemitraan dan Pola Business Development Service/Provider (BDSP) dimana masing-masin pola ini memiliki sasaran yang ingin dicapai.
Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) No.6 Tahun 2007 menekankan pada empat aspek pokok yaitu peningkatan akses UMKM pada sumber pembiayaan, pengembangan kewirausahaan dan SDM, peningkatan peluang pasar dan reformasi peraturan untuk memberdayakan sektor UMKM.
Tenyata, porsi penyaluran kredit UMKM tahun 2007 saja menurun dari 99,5% menjadi 99,3 persen. Perbankan mulai melirik sektor usaha berat. Padahal sektor UMKM seharusnya lebih diperhatikan karena sektor tersebut menyerap 96,1% dari jumlah tenaga kerja yang ada, sementara sektor usaha berat hanya menyerap 3,8-3,9 persen.
Berbenah Diri
Selama ini UMKM selalu berkeluh kesah sulitnya mendapat kucuran kredit, karena selain bunganya yang relative tinggi juga sulitnya persyaratan yang diterapkan dengan dalih faktor kehati-hatian perbankan (prudential banking). Sementara, perbankan membela diri dengan menuding UKM tidak memiliki kesungguhan dan daya juang untuk memenuhi segala persyaratan perbankan.
Disi lain, UMKM pun sebenarnya harus berbenah diri. Meningkatkan kualitas manajemen dan administrasinya, supaya setiap usulan pemohonan kredit yang diajukannya menjadi eligible dan bankable.
Yang pasti hubungan tidak harmonis antara UMKM dengan perbankan bukanlah hubungan yang ideal. Perbankan akan menghadapi kesulitan jika tak mampu menggulirkan dananya sesuai target yang diharapkan. Toh, bank juga harus memenuhi kewajiban membayar bunga kepada nasabah atau pihak ketiga lainnya. Di lain pihak, peranan perbankan selalu dibutuhkan oleh UMKM, karena untuk memperbesar kapasitas usahanya UMKM tentu tidak bisa hanya mengandalkan modalnya sendiri.
No comments:
Post a Comment