PAUD yang Terpadu Hingga ke Pelosok Desa
Oleh : James P. Pardede

Kualitas sumber daya manu­sia (SDM) menjadi sangat pen­ting, karena menjadi tolak ukur dalam indeks pemba­ngunan manusia yang saat ini Indonesia menduduki peringkat 108 dari 177 negara. Selain itu, dalam tujun pembangunan mil­lennium atau MDGs merupakan upaya internasional dan nasio­nal untuk memenuhi kebutuhan kesejahteraan rakyat dan me­ning­katkan kualitas SDM.

Tak hanya itu, dalam era persaingan global yang penuh tantangan saat ini, pemba­ngunan suatu negara akan terja­di apabila didukung oleh SDM yang berkualitas, professional, mandiri dan handal. Salah satu upaya untuk menghasilkan SDM berkualitas ini adalah memprioritaskan pembangunan di bidang pendidikan.

Karena, pembangunan pen­didikan merupakan salah satu prioritas utama dalam agenda pembangunan nasional. Pem­bangunan pendidikan sangat penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai ke­majuan di berbagai bidang kehi­dupan ; sosial, ekonomi, politik, dan budaya.

Itu sebabnya, pemerintah ber­­kewajiban untuk memenuhi hak setiap warga negara dalam memperoleh layanan pendi­di­kan guna meningkatkan kuali­tas hidup bangsa Indonesia se­ba­gaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang mewajibkan pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehi­du­pan bangsa dan menciptakan kese­jahteraan umum.

Pendidikan menjadi landa­san kuat yang diperlukan untuk meraih kemajuan bangsa di ma­sa depan, bahkan lebih penting lagi sebagai bekal dalam meng­hadapi era global yang sarat de­ngan persaingan antarbangsa yang berlangsung sangat ketat. Dengan demikian, pendidikan menjadi syarat mutlak yang ha­rus dipenuhi karena ia meru­pa­kan faktor determinan bagi sua­tu bangsa untuk bisa meme­na­ngi kompetisi global.

Berbagai studi menun­juk­kan, pendidikan bukan saja pen­ting untuk membangun masya­rakat terpelajar yang menjelma dalam wujud massa kritis (cri­ti­cal mass), tetapi juga dapat men­jadi landasan yang kuat un­tuk memacu pertumbuhan eko­nomi melalui penyediaan tena­ga kerja yang memiliki penge­tahuan, menguasai teknologi, dan mempunyai keahlian serta keterampilan. Tenaga kerja dengan kualifikasi pendidikan yang memadai akan memberi kontribusi pada peningkatan produktivitas nasional.

Melihat sedemikian penting peranan pendidikan, peme­rin­tah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan taraf pendidikan penduduk Indo­ne­sia, termasuk pelaksanaan Wa­jib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, yang diharap­kan dapat dicapai pada tahun 2008.

Selama ini, pembangunan pendidikan telah membuahkan hasil yang cukup baik. Penca­paian pembangunan pendidikan antara lain dapat dilihat pada peningkatan angka partisipasi kasar (APK) di setiap jenjang pendidikan. Menurut data Susenas 2004, APK pada jen­jang SD/MI dan SMP/MTs ma­sing-masing telah mencapai 107,13 persen dan 82,24 persen, se­dangkan APK pada jenjang SMA/SMK/MA telah mencapai 54,38 persen.

PENDIDIKAN DASAR

Meskipun demikian, angka partisipasi pendidikan pen­du­duk Indonesia perlu terus-me­nerus ditingkatkan, mengingat sampai dengan tahun 2003 jumlah penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah menye­le­saikan jenjang sekolah mene­ngah pertama atau jenjang yang lebih tinggi baru mencapai 45,8 persen. Sementara itu, pada tahun 2004 rata-rata lama se­ko­lah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,24 tahun. Meskipun pada tahun 2004 angka partisipasi sekolah (APS) penduduk usia 7 sampai 12 tahun sudah hampir 100 persen, angka partisipasi seko­lah penduduk usia 13 sampai 15 tahun dan penduduk usia 16 sampai 18 tahun masing-ma­sing baru mencapai 83,5 persen dan 53,5 persen (Susenas 2004).

Untuk itu, diperlukan upaya sungguh-sungguh baik oleh pemerintah maupun masyarakat agar dapat meningkatkan angka partisipasi pendidikan pendu­duk Indonesia. Dalam hal ini, pada tahun 2006, pencapaian APS diperkirakan masih sebe­sar 83,2 persen pada kelompok usia 13 sampai 15 tahun dan 56,0 persen pada kelompok usia 16 sampai 18 tahun sesuai sasaran RKP 2006.

Selain itu, upaya untuk menyiapkan anak-anak mema­suki jenjang pendidikan dasar dilakukan melalui pengem­ba­ngan pendidikan anak usia dini (PAUD), yang mencakup ber­ba­­gai jenis seperti Taman Ka­nak-Kanak, Raudhatul Athfal, Bustanul Athfal, TK Al-Qur’an, Tempat Penitipan Anak, dan Kelompok Bermain. Sampai dengan tahun 2004, telah tertampung sebanyak lebih dari 1,8 juta anak usia 4–6 tahun di berbagai jenis TK, termasuk TK Luar Biasa.

Adapun untuk pendidikan anak usia dini, dari jumlah sekitar 28,3 juta anak berusia 0 sampai 6 tahun, yang tertam­pung di berbagai jenis satuan PAUD baru sebanyak 7,9 juta anak atau sebesar 28 persen, se­dangkan yang tidak dapat di­tampung sebanyak 20,4 juta anak atau sebesar 72 persen. Rendahnya daya tampung pen­didikan anak usia dini terutama disebabkan oleh rendahnya jangkauan pela­yanan PAUD.

Jumlah lembaga yang mem­berikan pelayanan PAUD masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan jumlah anak usia 0 sam­pai 6 tahun yang perlu dilayani. Selain itu, sebagian besar anak usia dini tinggal di wilayah per­desaan sementara lembaga-lem­­baga penyelenggara PAUD sebagian terbesar terdapat di wilayah perkotaan.

Oleh karena itu, pelaksanaan PAUD perlu terus ditingkatkan dan diperluas jangkauan serta kualitas pelaya­nannya dengan tetap menum­buhkan partisipasi masyarakat termasuk lembaga tradisional keagamaan dan or­ga­nisasi sosial masyarakat. Per­luasan PAUD diharapkan dapat menunjang keberhasilan pelak­sanaan Wajib Belajar Pendi­dikan Dasar Sembilan Tahun karena peranannya dalam mem­per­siapkan anak untuk mema­suki bangku sekolah.

PERLUASAN AKSES

Pada jalur pendidikan non­formal juga menghadapi perma­salahan dalam hal perluasan dan pemerataan akses pendidikan bagi setiap warga masyarakat. Sampai dengan tahun 2004, pen­didikan nonformal yang ber­fungsi baik sebagai transisi dari dunia sekolah ke dunia kerja (transition from school to work) maupun sebagai bentuk pendi­dikan sepanjang hayat belum dapat diakses secara luas oleh masyarakat. Pada saat yang sa­ma, kesadaran masyarakat khu­­susnya yang berusia dewasa un­tuk terus-menerus mening­kat­kan pengetahuan dan kete­ram­pilannya masih sangat rendah.

Kemudian, dalam menen­tu­kan arah kebi­jakan pemba­ngu­nan pendidikan dirumuskan de­ngan merujuk pada konvensi internasional mengenai pendi­dikan atau berkaitan dengan pembangunan pendidikan se­perti Pendidikan Untuk Semua (Education For All), Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of Child), Millenium Development Goals (MDGs), dan World Summit on Sus­tai­nable Development.

Dalam rangka mencapai sa­sa­ran tersebut di atas, kebi­ja­kan pembangunan pendidikan harus mencakup pemerataan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan serta pemantapan good governance, yang salah satu dari rinciannya adalah me­ning­kat­kan pemerataan dan keterjangkauan pendidikan anak usia dini melalui penye­diaan sarana dan prasarana pen­didikan dan didukung de­ngan sinkronisasi penye­leng­garaan pendidikan anak usia dini yang dilakukan oleh sektor-sektor pembangunan terkait dan pe­ning­­katan peranserta masya­rakat.

Diharapkan, dengan upaya perluasan akses dan perbaikan mutu layanan PAUD yang terpadu hingga menjangkau ke pelosok desa, maka angka par­tisipasi PAUD di In­donesia akan meningkat dengan signi­fikan. Anak usia dini 0 sampai 6 tahun akan terlayani pendi­dikan dini.

Pentingnya dilaksanakan program PAUD disetiap desa diharapkan dapat memutuskan mata rantai kemiskinan dengan berintergrasi bersama program lainnya seperti pos yandu, BKB dan program lainnya, sehingga kualitas SDM terutama pada anak usia dini dapat terus me­ningkat. Untuk itulah, PAUD di tengah tengah masyarakat sudah sangat diperlukan sekali untuk membentuk anak seusia dini.

No comments: